Jumat, 26 April 2013

ALAT UKUR KEUNTUNGAN



Oleh : KH Abdullah Gymnastiar 

Ciri kapitalis itu dua. Pertama, dalam mencari keuntungan mereka tidak menggunakan tata nilai yang baik, mengeksploitir semuanya demi kepentingan diri dan konglomerasinya. Kedua, setelah mendapatkannya mereka kikir dan sibuk membesarkan dirinya.

Islam menghadirkan solusi, ada dua ciri profesional Muslim. 
Pertama, ketika mencarinya, sangat menjaga nilai-nilai, sehingga kalau dia mendapatkan sesuatu, dirinya lebih bernilai daripada yang dia dapatkan. Kalau dia mendapat uang, maka dia dihormati bukan karena uangnya, tapi karena kejujurannya. Kalau dia mempunyai jabatan, dia disegani bukan karena jabatannya, tapi karena kepemimpinannya yang bijak, adil dan mulia.

Kedua, setelah mendapatkannya dia distribusikan untuk sebesar-besar manfaat bagi kemaslahatan umat. Makin kaya, makin banyak orang miskin yang menikmati kekayaannya.

Kita seringkali menganggap bahwa keuntungan itu adalah finansial (uang), sehingga sibuk menumpuk harta kekayaan untuk bermewah-mewahan. Inilah di antaranya yang membuat bangsa kita hancur.

Firman Allah, "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung." (QS Al Jumu'ah [62]: 10).

Carilah karunia Allah, bukan uang. Sesungguhnya keuntungan itu tidak identik dengan uang. Walaupun tidak mendapatkan uang, jika niatnya lurus dan cara berikhtiarnya benar, maka kita sudah beruntung, Allah yang akan mendatangkannya suatu saat kelak.

Alat ukur keuntungan dalam berbisnis atau bekerja itu ada lima. Pertama, yang namanya untung itu adalah kalau apa yang kita lakukan menjadi amal shaleh. Walaupun belum (atau bahkan tidak) mendapatkan uang, tetapi jika telah berkesempatan menolong orang lain, meringankan beban orang lain, memuaskan pembeli atau melakukan apapun yang menjadi kebaikan di sisi Allah, maka semua itu sudah merupakan keuntungan.

Sebaliknya, bisnis narkoba, perjudian, dan prostitusi itu menghasilkan banyak uang, tetapi jangan pernah merasa beruntung kalau bisnis itu berkembang. Itu semua bukan keuntungan, melainkan fitnah karena akan mendapat kutukan dan laknat dari Allah.

Kedua, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa membangun nama baik (citra diri) kita. Jangan sampai kita mempunyai banyak uang, tetapi nama baik kita hancur, dikenal sebagai penipu, pendusta atau koruptor. Apalah artinya kita mempunyai banyak harta, tapi citra kita hancur sehingga istri dan anak-anak menjadi tercekam dan terpermalukan. Kekayaan kita bukan pada tempelan (uang, pangkat, jabatan), kekayaan kita harus melekat pada citra diri kita.

Ketiga, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa menambah ilmu, pengalaman, dan wawasan. Jika kita mempunyai banyak uang, tetapi tidak berilmu, sebentar saja bisa hangus uang kita. Tidak sedikit orang yang mempunyai uang, tetapi tidak memiliki pengalaman, sehingga mereka mudah tertipu. Sebaliknya, misalkan uang kita habis karena dirampok, kalau kita memiliki ilmu, pengalaman, dan wawasan, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah.

Keempat, yang namanya untung adalah kalau apa yang kita lakukan itu bisa membangun relasi atau silaturahmi. Oleh karenanya, jangan pernah hanya karena masalah uang hubungan baik kita dengan orang lain menjadi hancur. 
Setiap orang yang terluka oleh kita, dia akan menceritakan luka di hatinya kepada orang lain. Dan ini akan menjadi benteng yang memenjarakan, kita semakin kecil. Jangan mencari musuh, tapi perbanyak kawan. Kalau kawan sudah mencintai kita, mereka akan bersedia untuk membela dan berkorban untuk kita, setidaknya mereka akan menceritakan sesuatu yang baik tentang kita.

Kelima, yang namanya untung itu tidak hanya sekadar untuk mendapatkan manfaat bagi diri sendiri, tetapi apa yang kita lakukan itu justru harus banyak menguntungkan dan memuaskan orang lain.

Oleh karena itu, kalau kita sudah meyakini bahwa pembagi rezeki adalah Allah, maka bisnis kita bukan lagi dengan manusia, tetapi dengan Allah, penggenggam setiap rezeki. 

Waspadalah terhadap bisnis yang tidak menjadi amal, yang tidak menjadi nama baik, yang tidak menjadi ilmu, yang memutuskan silaturahmi, dan yang mengecewakan orang lain. Karena semua itu bukan keuntungan, tetapi bencana 
Wallahu a’lam Bishowab 

Selasa, 05 Februari 2013

Lingkaran Malaikat Sedekah



Oleh: Safrizal

Gambar di atas adalah lingkaran setan kemiskinan. Kemiskinan membuat semua hal menjadi sulit. Kemiskinan juga lah yang membuat negara ini kacau balau. Korupsi, pembunuhan, perampokan, kebodohan dan lain sebagainya juga disebabkan karena kemiskinan. Bagaimana tidak miskin, toh sistem ekonominya juga memiskinkan.

Islam sebenarnya telah memberi solusi untuk masalah kemiskinan. Salah satunya dengan memperbanyak sedekah. Semakin banyak sedekah semakin kaya.

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 268)


“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30)

Bagaimana Sedekah bekerja?

Secara makro, setiap komponen masyarakat saling berkaitan dan beketergantungan antara satu dan yang lainnya. Pedagang butuh pembeli, presiden butuh rakyat, produsen butuh konsumen dan begitu juga seterusnya. Tidak boleh ada yang mati dan tidak boleh ada yang dilemahkan. Andaikan ada satu komponen masyarakat yang lemah maka akan melemahkan komponen yang lainnya. Sebagai contoh, ketika harga sawit dan getah anjlok saat ini, semua petani sawit dan getah kesulitan. Daya beli mereka menurun, mereka mengalami kesulitan ekonomi. Apakah mereka saja yang susah? Ternyata tidak, semua merasakan imbasnya. Pedagang rugi karena penjualan menurun, Produsen (Pabrik) merugi karena barang di pasar tidak laku, Negara juga merugi karena pajak menurun, Negara merugi PNS juga terancam gajinya dan begitulah seterusnya.

Oleh sebab itulah antara satu komponen dengan komponen yang lainnya jangan saling melemahkan demi mendapatkan keuntungan pribadi yang besar. Akan tetapi sebaliknya saling menguatkan dan membantu agar perputaran ekonomi lancar. Semakin cepat perputaran ekonomi sebuah negara atau daerah, maka akan semakin cepat perkembangan ekonominya. Untuk itulah setiap perusahaan harus menyisihkan sebagian keuntungannya untuk dana CSR.  Agar konsumen loyal dan terjaga daya beli mereka. Begitu juga halnya sedekah, semakin banyak kita bersedekah maka akan semakin terjaga daya beli masyarakat di sekitar kita dan otomatis akan semakin terjaga juga rezeki kita. Semakin baik daya beli masyarakat di sekitar kita maka akan semakin cepat perputaran uangnya. Semua barang yang dijual akan laku. Secara otomatis pundi-pundi yang kita dapatkan juga akan semakin banyak. Hal itu juga berimbas kepada komponen masyarakat yang lainnya.

Itulah hebatnya Islam!!!
Wallahu a’lamu bishshawab…

Selasa, 04 Desember 2012

Bank dan Petani



Oleh: Relawan Bina Desa Hijau Mandiri, Solo.

Banyak ungkapan bahwa bank adalah penyelamat ekonomi Bangsa. Tak heran pemerintah banyak menggelontorkan dana untuk menyelamatkan bank contohnya bank Century pemerintah telah menggelontorkan Rp. 6,7 triliun. Jumlah yang sangat fantastik sekali pemerintah mau menggelontorkan ke bank swasta dengan jumlah yang besar.

Apakah ungkapan bahwa bank mempunyai peranan peting dalam pertumbuhan ekonomi atau kah ungkapan ini hanya sebuah omongan belaka tanpa ada fakta. Kita lihat saja siapa yang menikmati bank dan siapa saja yang bisa mengakses bank. Apakah orang miskin bisa menikmati layanan bank dan mengakses bank. Jawabanya yang bisa menikmati bank adalah orang-orang kaya dan orang yang bisa mengakses pinjaman adalah orang kaya juga.

Fakta lain bahwa tidak ada satu pun bank yang mau mendirikan cabangnya atau unitnya di pedesaan yang mayoritas penduduknya tertinggal. Kita hanya menjumpai bank berdiri di dekat pasar minimal ada ditingkat kecamatan. Ironi sekali bank yang dianggap mempunyai peranan penting dalam ekonomi bangsa namun berkutat pada orang-orang yang mempunya tingkat kemampanan ekonomi yang cukup tinggi.

Indonesia mayoritas penduduknya adalah petani. Petani di Indonesia masih terggolong kurang maju, baik dari segi permodalan maupun dari segi pengolahan. Pengahasilan mayoritas petani adalah musiman atau tidak setiap saat bisa panen. Namun aneh sekali kebijakan yang terapkan oleh perbankan petani yang notabene berpenghasilan musiman jika meminjam bank harus membayar angsuran secara bulanan.

Dalam kata lain petani belum mempunyai penghasilan dari hasil panennya sudah harus membayar angsuran dan juga bunga. Apalagi hasil pertanian sangat tergantung dengan cara bertani (yang mayoritas petani Indonesia tidak mempunyai Ilmu pertanian) dan sangat tergantung pada Alam. Apalagi sekarang banyak petani yang mengalami gagal panen karena cuaca.

Tidak jarang jaminan yang menjadi syarat pinjaman disita oleh bank. Pemerintah sebagai regulator lebih mementingkan perbankan dari pada petani-petaninya. Perbankan kini menjadi momok bagi petani dan juga menjadi sandaran bagi petani untuk mencari modal.

Hal serupa bukan hanya pihak perbankan yang seperti ini, namun adanya koperasi, BPR, atau rentenir manjadi masalah tersendiri bagi petani.

Senin, 03 Desember 2012

ZAKAT PRODUKTIF LEBIH BAIK



Oleh: Safrizal



Hakikatnya zakat diperintahkan untuk menciptakan kesejahteraan ummat yang merata. Harusnya dana zakat dipergunakan semaksimal mungkin untuk menciptakan kesejahteraan ummat. Dengan dana zakat 
diharapkan masyarakat miskin dapat terbantu untuk keluar dari masalah kemiskinan mereka. Penerima zakat dapat hijrah menjadi pembayar zakat.

Selama ini lembaga amil zakat melakukan pendistribusian dana zakat secara konsumtif berupa makanan pokok dan uang tunai. Ternyata, sistem pendistribusian seperti ini tidak memberikan dampak yang signifkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk negara yang memiliki lebih banyak masyarakat miskin dibanding masyarakat yang kaya seperti Indonesia, tidak tepat rasanya menyalurkan dana zakat secara konsumtif kepada masyarakat. Dana zakat yang terkumpul sangat tidak memiliki arti apa-apa bagi masyarakat miskin yang sangat banyak. Sebagai contoh Baitul Maal mampu menghimpun dana zakat Rp. 2.000.0000.000/tahun. Karena harus dibagi kepada 4.000 keluarga miskin, maka per keluarga hanya mendapatkan Rp.50.000/tahun. Apa yang dapat diperbuat sebuah keluarga dengan uang Rp.50.000/tahun?

Andaikan dana zakat yang terhimpun sebanyak Rp. 2 M itu diproduktifkan dan dikembangkan, akan sangat lebih berarti bagi masyarakat. Masyarakat miskin akan mendapatkan dana bergulir dari Baitul Maal untuk modal usaha mereka. Melalui pinjaman tanpa bunga dan pendampingan usaha yang dilakukan Baitul Maal diharapkan mampu meningkatkan perekonomian mereka. Kemajuan usaha-usaha baru binaan Baitul Maal yang membutuhkan tenaga kerja juga diharapkan dapat menyerap masyarakat miskin yang belum memiliki pekerjaan. Masyarakat miskin perlu kail bukan ikan. Sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka secara berkesinambungan, bukan sekali dalam setahun.

Penyaluran zakat secara produktif pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Menurut Didin Hafiduddin dalam buku Panduan Zakat, dana zakat bukan pemberian sesuap nasi dalam jangka sehari dua hari, kemudian para mustahiq menjadi miskin kembali, tapi dana zakat itu harus memenuhi kebutuhan hidup secara lebih baik dalam jangka waktu yang relatif lama. 

Wallahhu a'lamu bishshawab

Kamis, 29 November 2012

ZAKAT HEBAT



Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin sebenarnya telah menyediakan solusi terhadap problematika kehidupan yang dihadapi manusia, diantaranya kemiskinan. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengentask
an kemiskinan adalah melalui zakat. Zakat bukan hanya sebatas ibadah yang ketika dilakukan mendapatkan pahala, akan tetapi zakat memiliki peranan penting dalam pengentasan kemiskinan dan menciptakan kesejahteraan yang merata.

Setiap elemen masyarakat pada hakikatnya saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Produsen membutuhkan konsumen, negara membutuhkan rakyat dan begitu juga sebaliknya. Semuanya berada dalam sebuah lingkaran sistem yang tidak dapat terpisahkan. Tidak boleh ada yang lemah dan tidak boleh ada yang mati. Satu dengan yang lainnya harus saling menjaga. Karena kerugian atau kelemahan satu elemen akan menyebabkan kerugian dan kelemahan elemen yang lain.

Zakat sebenarnya berfungsi untuk menjaga kestabilan ekonomi yang dijalankan oleh setiap elemen masyarakat. Jangan sampai uang hanya terkonsentrasi pada sebagian kecil elemen masyarakat saja. Uang yang terkonsentrasi pada sebagian kecil masyarakat akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Percuma produsen memproduksi banyak barang jika masyarakat tidak mampu membeli. Akhirnya penurunan daya beli masyarakat akan menyebabkan kelesuan ekonomi sebuah negara.

Melalui zakat uang yang ada pada sebagian kecil orang kaya dapat disalurkan dan didistribusikan kepada masyarakat miskin. Melalui lembaga amil zakat yang professional dan produktif diharapkan uang yang disalurkan dapat menggenjot perekonomian masyarakat miskin dan menaikkan daya beli mereka. Sehingga satu persatu masyarakat miskin naik status menjadi orang kaya. Semakin banyak muzakki baru yang lahir dan membantu lebih banyak lagi masyarakat miskin. Ketika perekonomian semua masyarakat meningkat maka daya beli juga akan meningkat. Semua produk yang ada di masyarakat akan mudah terjual. Tidak ada lagi istilah dagangan tidak laku dan pengusaha rugi. Perputaran ekonomi akan menjaid semakin cepat. Pada saat itulah kesejahteraan hakiki sebuah negara terbentuk. Karena semua rakyatnya telah sejahtera.
Wallahu a’lamu bishshawab


Selasa, 27 November 2012

The Power Of “Rakyat”



Oleh: Safrizal

Dalam sistem perekonomian kapitalis yang zholim seperti saat sekarang ini wajar rasanya rakyat selalu menjadi korban. Ditambah lagi dengan sikap penguasa yang hanya mementingkan diri sendiri. Percuma kita turun ke jalan, berteriak sekeras mungkin dan berharap pemerintah akan merubah hidup kita kepada yang lebih baik. Memang sudah seperti inilah negara ini, jangan terlalu larut dalam kekecewaan dan penyesalan terhadap pemimpin-pemimpin yang kita percayai itu. Mungkin juga permasalahan negara ini sudah sangat kompleks, sehingga para pemimpin kita pun bingung untuk membenahinya.

Kita sebagai rakyat sebenarnya memiliki potensi besar untuk dapat memperbaiki kualitas hidup kita bersama. Asal saja kita mau bersatu dan bahu membahu memperbaiki kualitas hidup kita. Selama ini rakyat ditindas oleh para pemilik modal. Mereka memanfaatkan kebutuhan kita untuk meningkatkan laba mereka. Harga barang kebutuhan pokok tinggi, bunga modal usaha tinggi, harga getah turun, harga sawit anjlok dan semua hal yang membuat rakyat susah itu karena para pemilik modal dan cukong-cukong jahat itu lah yang mengatur semuanya. Rakyat tidak bisa berbuat apa-apa, karena rakyat tidak punya lembaga alternatif yang memihak kepada mereka. Mau tidak mau rakyat tetap harus berhubungan dengan para penguasa zholim itu, walaupun harus merasakan rugi.

Sudah saatnya rakyat mandiri dan menyusun kekuatan baru untuk melawan para pemilik modal dan cukong-cukong jahat itu. Mari kita bangun perekonomian yang bebasis kerakyatan, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat. Bahu membahu untuk membangun perusahaan-perusahaan besar yang vital milik rakyat. Lembaga keuangan milik rakyat, pabrik-pabrik milik rakyat, mall-mall milik rakyat yang semua harga ditentukan oleh rakyat. Tidak perlu bunga, tidak perlu untung besar, yang terpenting rakyat sejahtera dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita punya kekuatan penuh untuk tidak membeli dan menjual barang ke perusahaan mereka. Mau tidak mau mereka juga harus bergabung bersama kita kelak. Karena kekuatan sudah berada di tangan rakyat, bukan ditangan perorangan dan negara.

Baitul Maal sebenarnya sangat berpotensi menjadi lembaga keuangan milik rakyat. Menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana ke masyarakat (Fungsi Bank) tanpa bunga. Mari sama-sama kita bahu membahu membangun dan membesarkan lembaga keuangan milik rakyat ini. Semoga dari baitul maal akan lahir muslim-muslim kaya baru yang kelak membantu menguatkan perekonomian negara-negara Islam ke depan. Amin
Wallahu a’lamu bishhawab

Minggu, 25 November 2012

Ekonomi Islam Solusi



Oleh: Safrizal

Salah satu problematika yang dihadapi ummat Islam saat ini adalah masalah kemiskinan. Negara-negara Muslim kerap diidentikan dengan kondisi masyarakat yang kumuh, bodoh, dan miskin. Penghinaan dan penindasan juga kerap dialami oleh masyarakat muslim dunia. Negara-negara muslim tidak berani melawan dan menyatakan sikap karena takut diembargo secara ekonomi oleh negara-negara kafir yang pada saat ini menjadi penguasa dunia. Padahal ummat Islam dalam Alquran diberi gelar “Kuntum khoiru ummah” atau ummat terbaik, tapi melihat kondisi ummat Islam sekarang sungguh memprihatinkan, bagaikan buih di tengah lautan. Ummat Islam jumlahnya banyak tapi tidak berdaya menghadapi gelombang kehidupan.

Sebenarnya, akar permasalahan dari problematika ekonomi yang dihadapi oleh ummat Islam di dunia ini adalah sistem perekonomian yang salah. Ummat Islam masih menganut sistem ekonomi kapitalis (sistem ekonomi ribawi) yang merupakan produk dan hasil pemikiran orang kafir. Bagaimana Islam bisa menjadi pemenang jika aturan main yang dianut adalah aturan main orang non Islam. Allah juga tidak akan menurunkan rahmat dan berkah-Nya ke dalam rezeki ummat Islam yang di dapatkan secara tidak halal.

Ekonomi kapitalis akan menyebabkan kekayaan terpusat pada segelintir orang atau negara, dan menyebabkan semakin besarnya gap/ketimpangan antara kaya dan miskin. Kontrol ekonomi sebuah negara dipegang oleh orang kaya dan pemilik modal. Dalam hal mendapatkan modal kerja misalnya, para pemilik modal berlomba-lomba mendirikan perusahaan keuangan dengan dalih membantu masyarakat kecil untuk mendapatkan modal kerja. Dengan memanfaatkan kebutuhan masyarakat dan kekuasaan penuh yang mereka miliki, para pemilik modal menetapkan bunga yang besar dari modal yang mereka pinjamkan.

Hal ini sebenarnya sama sekali tidak membantu masyarakat kecil untuk bangkit dari kemiskinan mereka. Sebaliknya, masyarakat miskin akan semakin disulitkan untuk mengembalikan modal dengan bunga yang sangat besar. Pemilik modal akan selalu menjadi pihak yang diuntungkan dan masyarakat miskin akan tetap miskin karena menjadi korban kejahatan bisnis pemilik modal. Masyarakat miskin yang bekerja keras untuk memutar uang dalam dunia usaha akan tetapi yang kaya adalah pemiliki modal.  

Islam sebenarnya memiliki aturan main ekonomi sendiri. Islam adalah agama yang komprehensif, jelas dalam setiap sektornya, termasuk sektor ekonomi. Islam sangat menginginkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi yang merata. Allah berfirman:
.....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
(Al-Hasyr:7)

Ada nilai moral dalam ekonomi islam yaitu Qonaah, menghindari mubadzir, tidak serakah, tidak bersifat konsumtif. Ada instrumen pemerataan seperti zakat, infaq shadaqah. Ada peran pemerintah (tadakhul dauliyah) yang menjaga maqasid syariah, menjaga kemaslahatan orang banyak.

Ekonomi Islam sangat identik dengan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan sangat berpihak pada kepentingan rakyat banyak, sangat powerfull pada bagaimana pemerataan pendapatan dan kesempatan sehingga masyarakat dapat menikmati kesejahteraan. Sinergi yang paling efektif adalah menanamkan nilai moral dan syariah pada ekonomi kerakyatan. Kehalalan, Kejujuran, keadilan, menghindari kezhaliman, menghindari kemubadziran dan hal yang tidak bermanfaat, menghindari hal yang haram adalah suatu nilai moral yang dapat meningkatkan nilai lebih dari sinergi ini.

Inilah sebenarnya salah satu titik tekan ekonomi dalam islam, selain intrumen bebas riba dengan segala derivasinya, dalam sistem ekonomi islam. Ekonomi yang berlandaskan pada moral yang tinggi. Semua orang boleh menjadi kaya, boleh menjadi besar jika memungkinkan, namun dengan anturan yang jelas, sesuai syariat, tidak menzalimi, berlaku adil, azas kesetimbangan, bermanfaat bagi orang banyak dan peduli dengan sesama.

Islam itu indah, rahmat bagi sekalian alam. Andaikan saja ummat Islam mau dan yakin menggunakan ajaran Islam dalam masalah ekonominya, niscaya Allah akan menurunkan rahmat dan kesejahteraan yang hakiki kepada ummat Islam. Jangan takut untuk keluar dari lingkaran setan perekonomian kapitalis dunia. Bukan pasar uang yang mensejahterakan sebuah negara, tapi pasar barang dan usaha riil yang melibatkan seluruh rakyat. Pasar uang adalah “lapak judi para pemiliki modal” yang hanya membuat nilai uang sebuah negara sangat fluktuatif dan membuat rakyat semakin sulit karena uang terkonsentrasi dan tidak beredar di masyarakat. Fokuslah pada kekuatan ekonomi rakyat dan pertumbuhan sektor usaha riil masyarakat. Biarkan uang beredar sebanyak-banyaknya di masyarakat. Karena sebuah negara dikatakan sejahtera apabila kesejahteraan itu meliputi seluruh rakyatnya, bukan milik segelintir orang saja. Wallahu a’lamu bishshawab