Oleh: Safrizal
Hakikatnya zakat diperintahkan untuk menciptakan kesejahteraan ummat yang merata. Harusnya dana zakat dipergunakan semaksimal mungkin untuk menciptakan kesejahteraan ummat. Dengan dana zakat
diharapkan masyarakat miskin dapat terbantu untuk keluar dari masalah kemiskinan mereka. Penerima zakat dapat hijrah menjadi pembayar zakat.
Selama ini lembaga amil zakat melakukan pendistribusian dana zakat secara konsumtif berupa makanan pokok dan uang tunai. Ternyata, sistem pendistribusian seperti ini tidak memberikan dampak yang signifkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk negara yang memiliki lebih banyak masyarakat miskin dibanding masyarakat yang kaya seperti Indonesia, tidak tepat rasanya menyalurkan dana zakat secara konsumtif kepada masyarakat. Dana zakat yang terkumpul sangat tidak memiliki arti apa-apa bagi masyarakat miskin yang sangat banyak. Sebagai contoh Baitul Maal mampu menghimpun dana zakat Rp. 2.000.0000.000/tahun. Karena harus dibagi kepada 4.000 keluarga miskin, maka per keluarga hanya mendapatkan Rp.50.000/tahun. Apa yang dapat diperbuat sebuah keluarga dengan uang Rp.50.000/tahun?
Andaikan dana zakat yang terhimpun sebanyak Rp. 2 M itu diproduktifkan dan dikembangkan, akan sangat lebih berarti bagi masyarakat. Masyarakat miskin akan mendapatkan dana bergulir dari Baitul Maal untuk modal usaha mereka. Melalui pinjaman tanpa bunga dan pendampingan usaha yang dilakukan Baitul Maal diharapkan mampu meningkatkan perekonomian mereka. Kemajuan usaha-usaha baru binaan Baitul Maal yang membutuhkan tenaga kerja juga diharapkan dapat menyerap masyarakat miskin yang belum memiliki pekerjaan. Masyarakat miskin perlu kail bukan ikan. Sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka secara berkesinambungan, bukan sekali dalam setahun.
Penyaluran zakat secara produktif pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Menurut Didin Hafiduddin dalam buku Panduan Zakat, dana zakat bukan pemberian sesuap nasi dalam jangka sehari dua hari, kemudian para mustahiq menjadi miskin kembali, tapi dana zakat itu harus memenuhi kebutuhan hidup secara lebih baik dalam jangka waktu yang relatif lama.
Wallahhu a'lamu bishshawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar