Selasa, 04 Desember 2012

Bank dan Petani



Oleh: Relawan Bina Desa Hijau Mandiri, Solo.

Banyak ungkapan bahwa bank adalah penyelamat ekonomi Bangsa. Tak heran pemerintah banyak menggelontorkan dana untuk menyelamatkan bank contohnya bank Century pemerintah telah menggelontorkan Rp. 6,7 triliun. Jumlah yang sangat fantastik sekali pemerintah mau menggelontorkan ke bank swasta dengan jumlah yang besar.

Apakah ungkapan bahwa bank mempunyai peranan peting dalam pertumbuhan ekonomi atau kah ungkapan ini hanya sebuah omongan belaka tanpa ada fakta. Kita lihat saja siapa yang menikmati bank dan siapa saja yang bisa mengakses bank. Apakah orang miskin bisa menikmati layanan bank dan mengakses bank. Jawabanya yang bisa menikmati bank adalah orang-orang kaya dan orang yang bisa mengakses pinjaman adalah orang kaya juga.

Fakta lain bahwa tidak ada satu pun bank yang mau mendirikan cabangnya atau unitnya di pedesaan yang mayoritas penduduknya tertinggal. Kita hanya menjumpai bank berdiri di dekat pasar minimal ada ditingkat kecamatan. Ironi sekali bank yang dianggap mempunyai peranan penting dalam ekonomi bangsa namun berkutat pada orang-orang yang mempunya tingkat kemampanan ekonomi yang cukup tinggi.

Indonesia mayoritas penduduknya adalah petani. Petani di Indonesia masih terggolong kurang maju, baik dari segi permodalan maupun dari segi pengolahan. Pengahasilan mayoritas petani adalah musiman atau tidak setiap saat bisa panen. Namun aneh sekali kebijakan yang terapkan oleh perbankan petani yang notabene berpenghasilan musiman jika meminjam bank harus membayar angsuran secara bulanan.

Dalam kata lain petani belum mempunyai penghasilan dari hasil panennya sudah harus membayar angsuran dan juga bunga. Apalagi hasil pertanian sangat tergantung dengan cara bertani (yang mayoritas petani Indonesia tidak mempunyai Ilmu pertanian) dan sangat tergantung pada Alam. Apalagi sekarang banyak petani yang mengalami gagal panen karena cuaca.

Tidak jarang jaminan yang menjadi syarat pinjaman disita oleh bank. Pemerintah sebagai regulator lebih mementingkan perbankan dari pada petani-petaninya. Perbankan kini menjadi momok bagi petani dan juga menjadi sandaran bagi petani untuk mencari modal.

Hal serupa bukan hanya pihak perbankan yang seperti ini, namun adanya koperasi, BPR, atau rentenir manjadi masalah tersendiri bagi petani.

Senin, 03 Desember 2012

ZAKAT PRODUKTIF LEBIH BAIK



Oleh: Safrizal



Hakikatnya zakat diperintahkan untuk menciptakan kesejahteraan ummat yang merata. Harusnya dana zakat dipergunakan semaksimal mungkin untuk menciptakan kesejahteraan ummat. Dengan dana zakat 
diharapkan masyarakat miskin dapat terbantu untuk keluar dari masalah kemiskinan mereka. Penerima zakat dapat hijrah menjadi pembayar zakat.

Selama ini lembaga amil zakat melakukan pendistribusian dana zakat secara konsumtif berupa makanan pokok dan uang tunai. Ternyata, sistem pendistribusian seperti ini tidak memberikan dampak yang signifkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk negara yang memiliki lebih banyak masyarakat miskin dibanding masyarakat yang kaya seperti Indonesia, tidak tepat rasanya menyalurkan dana zakat secara konsumtif kepada masyarakat. Dana zakat yang terkumpul sangat tidak memiliki arti apa-apa bagi masyarakat miskin yang sangat banyak. Sebagai contoh Baitul Maal mampu menghimpun dana zakat Rp. 2.000.0000.000/tahun. Karena harus dibagi kepada 4.000 keluarga miskin, maka per keluarga hanya mendapatkan Rp.50.000/tahun. Apa yang dapat diperbuat sebuah keluarga dengan uang Rp.50.000/tahun?

Andaikan dana zakat yang terhimpun sebanyak Rp. 2 M itu diproduktifkan dan dikembangkan, akan sangat lebih berarti bagi masyarakat. Masyarakat miskin akan mendapatkan dana bergulir dari Baitul Maal untuk modal usaha mereka. Melalui pinjaman tanpa bunga dan pendampingan usaha yang dilakukan Baitul Maal diharapkan mampu meningkatkan perekonomian mereka. Kemajuan usaha-usaha baru binaan Baitul Maal yang membutuhkan tenaga kerja juga diharapkan dapat menyerap masyarakat miskin yang belum memiliki pekerjaan. Masyarakat miskin perlu kail bukan ikan. Sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka secara berkesinambungan, bukan sekali dalam setahun.

Penyaluran zakat secara produktif pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Salim bin Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw telah memberikan zakat kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Menurut Didin Hafiduddin dalam buku Panduan Zakat, dana zakat bukan pemberian sesuap nasi dalam jangka sehari dua hari, kemudian para mustahiq menjadi miskin kembali, tapi dana zakat itu harus memenuhi kebutuhan hidup secara lebih baik dalam jangka waktu yang relatif lama. 

Wallahhu a'lamu bishshawab